Selasa, 17 April 2018

Wanprestasi Dan Contoh Kasus



Pengertian Wanprestasi
wanprestasi berasal dari bahasa Belanda, yang artinya prestasi buruk. Menurut kamus Hukum, wanprestasi berarti kelalaian, kealpaan, cidera janji, tidak menepati kewajibannya dalam perjanjian. Wanprestasi dapat diartikan sebagai tidak terlaksananya prestasi karena kesalahan debitur baik karena kesengajaan atau kelalaian.
Menurut Prodjodikoro, Pengertian Wanprestasi adalah tidak adanya suatu prestasi dalam perjanjian, ini berarti bahwa suatu hal harus dilaksanakan sebagai isi dari suatu perjanjian. Dalam istilah bahasa Indonesia dapat dipakai istilah pelaksanaan janji untuk prestasi, sedangkan ketiadaan pelaksanaan janji untuk wanprestasi.
Menurut Mariam Darus Badrulzaman, Pengertian Wanprestasi adalah suatu perikatan dimana pihak debitur karena kesalahannya tidak melaksanakan apa yang diperjanjikan.
Menurut Marhainis Abdulhay menyatakan bahwa wanprestasi adalah apabila pihak-pihak yang seharusnya berprestasi tidak memenuhi prestasinya.
Wanprestasi berarti tidak melakukan apa yang menjadi unsur prestasi, yakni:
a)      Berbuat sesuatu;
b)      Tidak berbuat sesuatu; dan
c)       Menyerahkan sesuatu.
Dalam restatement of the law of contacts (Amerika Serikat), Wanprestasi atau breach of contracts dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
a)      Total breachts artinya pelaksanaan kontrak tidak mungkin dilaksanakan;
b)      Partial breachts artinya pelaksanaan perjanjian masih mungkin untuk dilaksanakan.

Wujud Wanprestasi
   Wanpestasi dapat terjadi baik karena kelalaian maupun kesengajaan. Wanprestasi seorang debitur yang lalai terhadap janjinya dapat berupa:
1.       Tidak melaksanakan apa yang disanggupi akan dilakukannya;
Contoh : A dan B telah sepakat untuk jual-beli motor dengan merek xxxx dengan harga Rp 13.000.000,00 yang penyerahannya akan dilaksanakan pada Hari Minggu, Tanggal 25 Oktober 2011 pukul 10.00. Setelah A menunggu lama, ternyata si B tidak datang sama sekali tanpa alasan yang jelas.
2.       Melaksanakan apa yang dijanjikan, tetapi tidak sesuai dengan janjinya.
Contoh : (Konteks contoh nomor 1). Si B datang tepat waktu, tapi membawa motor yyyy bukan merk xxxx yang telah diperjanjikan sebelumnya.
3.       Melaksanakan apa yang dijanjikannya tapi kedaluwarsa.
Contoh: (Konteks contoh nomor 1). Si B datang pada hari itu membawa motor xxxx, namun datang pada jam 14.00.
4.       Melakukan suatu perbuatan yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.
Contoh : (Konteks contoh nomor 1). Si B datang tepat pukul 10.00 pada hari itu dan membawa motor xxxx, namun menyertakan si C sebagai pihak ketiga yang sudah jelas-jelas dilarang dalam kesepakatan kedua belah pihak sebelumnya.
Somasi Wanprestasi
      Somasi adalah pemberitahuan atau pernyataan dari kreditur kepada debitur yang berisi ketentuan bahwa kreditur menghendaki pemenuhan prestasi seketika atau dalam jangka waktu seperti yang ditentukan dalam pemberitahuan itu dengan kata lain somasi adalah peringatan agar debitur melaksanakan kewajibannya sesuai dengan tegoran kelalaian yang telah disampaikan kreditur kepadanya.
Menurut pasal 1238 KUH Perdata yang menyatakan bahwa:
“Si berutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatan sendiri, ialah jika ini menetapkan bahwa si berutang harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan”.
Dari ketentuan pasal tersebut dapat dikatakan bahwa debitur dinyatakan wanprestasi apabila sudah ada somasi (in gebreke stelling).
Adapun bentuk-bentuk somasi menurut pasal 1238 KUH Perdata adalah:
1.       Surat perintah
Surat perintah tersebut berasal dari hakim yang biasanya berbentuk penetapan. Dengan surat penetapan ini juru sita memberitahukan secara lisan kepada debitur kapan selambat-lambatnya dia harus berprestasi. Hal ini biasa disebut “exploit juru Sita”
2.       Akta sejenis
Akta ini dapat berupa akta dibawah tangan maupun akta notaris.
3.       Tersimpul dalam perikatan itu sendiri
Sebab dan Akibat Wanprestasi
Wanprestasi terjadi disebabkan oleh sebab-sebab sebagai berikut:
1.       Kesengajaan atau kelalaian debitur itu sendiri.
Unsur kesengajaan ini, timbul dari pihak itu sendiri. Jika ditinjau dari wujud-wujud wanprestasi, maka faktornya adalah:
a)      Tidak memiliki itikad baik, sehingga prestasi itu tidak dilakukan sama sekali;
b)      Faktor keadaan yang bersifat general;
c)       Tidak disiplin sehingga melakukan prestasi tersebut ketika sudah kedaluwarsa;
d)      Menyepelekan perjanjian.
2.       Adanya keadaan memaksa (overmacht).
Biasanya, overmacht terjadi karena unsur ketidaksengajaan yang sifatnya tidak diduga. Contohnya seperti kecelakaan dan bencana alam.
Ada empat akibat adanya wanprestasi, yaitu sebagai berikut.
1.       Perikatan tetap ada;
2.       Debitur harus membayar ganti rugi kepada kreditur (Pasal 1243 KUH Perdata);
3.       Beban resiko beralih untuk kerugian debitur, jika halangan itu timbul setelah debitur wanprestasi, kecuali bila ada kesenjangan atau kesalahan besar dari pihak kreditur. Oleh karena itu, debitur tidak dibenarkan untuk berpegang pada keadaan memaksa;
4.       Jika perikatan lahir dari perjanjian timbal balik, kreditur dapat membebaskan diri dari kewajibannya memberikan kontra prestasi dengan menggunakan pasal 1266 KUH Perdata.
Akibat wanprestasi yang dilakukan debitur, dapat menimbulkan kerugian bagi kreditur, sanksi atau akibat-akibat hukum bagi debitur yang wanprestasi ada 4 macam, yaitu:
1.       Debitur diharuskan membayar ganti-kerugian yang diderita oleh kreditur (pasal 1243 KUH Perdata);
2.       Pembatalan perjanjian disertai dengan pembayaran ganti-kerugian (pasal 1267 KUH Perdata);
3.       Peralihan risiko kepada debitur sejak saat terjadinya wanprestasi (pasal 1237 ayat 2 KUH Perdata);
4.       Pembayaran biaya perkara apabila diperkarakan di muka hakim (pasal 181 ayat 1 HIR).
Contoh kasus:
Artis RA Kasus tersebut bermula dari ketidakpuasan pihak MD Entertaiment karena beranggapan bahwa pihak RA menyalahi klausial kontrak. RA yang awalnya terikat perjanjian dengan pihak MD Entertaiment pada pertengahan Mei 2006, untuk pembuatan sinetron, dalam kontrak tersebut disebutkan, kontrak dianggap mulai berlaku jika syuting dimulai. Namun, stasiun SCTV yang bekerjasama dengan MD Entertaiment dalam penayangan sinteron serial ini, tiba-tiba secara sepihak sinemart membuat kesepakatan baru untuk menggunakan artis RA sebagai pemain utama sinetron lain, sehingga pada akhirnyya RA dituntut oleh MD Entertaiment untuk menyelesaikan sinetron tersebut sampai 316 episode. Akan tetapi, dalam perjalanannya pihak RA hanya menyelesaikannya sampai 310 episode. Itulah yang menyebabkan pihak MD Entertaiment menuntut RA karena tidak menyelesaikan kontrak eksklusifnya pada MD Entertaiment. Pihak MD Entertaiment menuntut RA agar menyelesaikan kontraknya, membayar ganti rugi, serta memutuskan hubungan kerja dengan sinemart.
Pihak MD Entertaiment menuntut RA untuk membayar sebesar Rp 1.179.160.000 untuk kerugian materil dan Rp 500.000.000 untuk kerugian imateriil yang totalnya mencapai Rp 1.216.460.000 secara tanggung renteng. Namun pada akhirnya pihak RA yang memenangkan perkara tersebut, pihak MD Entertaiment merasa dirugikan, namun pihak RA juga merasa dirugikan karena harus mengembalikan honor yang sudah diterima sebesar Rp 28.000.000 sebagai down payment atau sebagai nofum.
Analisis:
Akibat hukum yang diputuskan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sudah sesuai dengan KUH Perdata pasal 1603 s ,yaitu apabila salah satu pihak dengan sengaja atau karena melawan hukum, pihak lainnya berhak menuntut jumlah termaksud pada Pasal 1603 q atau ganti rugi sepenuhnya. Dan pelanggaran kontrak ini disebut juga dengan wanprestasi sehingga pihak RA harus mengganti kerugian yang telah dialami oleh pihak MD Entertainment.  Selain pasal diatas, disebutkan lagi dalam pasal 1603 r. yang menyatakan bahwa jika salah satu pihak yang telah melakukan kontrak kerja sama dan salah satu pihak mengakhiri hubungan kerjanya tanpa pemberitahuan penghentian atau dengan tidak mengindahkan peraturan peraturan yang berlaku untuk pemberitahuan penghentian seraya memberikan ganti rugi kepada pihak lawan atas dasar ketentuan ayat ke satu KUH perdata yang lalu, maka jika hal itu disertai dengan alasan istimewa hingga kerugian yang dilakukan dianggap tidak cukup diganti dengan ganti rugi maka pihak lawan tersebut berhak menuntut penggantian ganti rugi lagi di Pengadilan.

Sumber: