Sabtu, 30 Desember 2017

BAB 10


BAB 10

10.1     KUALITAS PELAYANAN KEPADA ANGGOTA KOPERASI
A. Keanggotaan koperasi
Menurut UU Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, pengertian Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas kekeluargaan. Koperasi adalah suatu perkumpulan yang beranggotakan orang-orang atau badan-badan yang memberikan kebebasan masuk dan keluar sebagai anggota, dengan bekerja sama secara kekeluargaan menjalankan usaha, untuk mempertinggi kesejahteraan para anggotanya (Arifinal Chaniago, 1984: 1). Pendapat senada dengan pendapat Ropke, jochen (1985) yakni koperasi merupakan organisasi yang anggotanya sebagai pemilik dan sekaligus sebagai pelanggan.

B. Kualitas Pelayanan
Pelayanan pada hakikatnya adalah serangkaian kegiatan dalam proses pemenuhan kebutuhan melalui aktifitas orang lain, oleh karena itu pelayanan merupakan proses. Sebagai prose, pelayanan berlangsung secara rutin dan berkesinambungan (Moenir, 1995: 27). Sagimun dalam Purwanti (1999: 5) pelayanan adalah pemenuhan kebutuhan anggotanya baik pemenuhan material maupun spiritual. Kotler (1998: 83) merumuskan pelayanan sebagai tindakan atau unjuk kerja yang ditawarkan oleh satu pihak ke pihak yang lain secara prinsip intangible dan tidak menyebabkan perpindahan kepemilikan apapun. Menurut Olsen dan Wyekoff dalam Yamit (2001: 22) kualitas pelayanan merupakan suatu perbandingan antara harapan pemakai jasa dengan kinerja kualitas jasa pelayanan. Dengan kata lain ada dua factor utama yang mempengaruhi kualitas pelayanan yaitu harapan dan kinerja yang dirasakan karyawannya.
            Syafrizal dalam jurnal Kualitas Pelayanan dalam Kepuasan Pelanggan (2008), kualitas pelayanan merupakan penyampaian secara excellent atau superior pelayanan yang ditujukan untuk memuaskan pelanggan sesuai dengan persepsi dan harapannya. Kepuasan pelanggan akan tercapai bila kualitas pelayanan yang dirasakan oleh pelanggan sama dengan jasa yang diharapkan, dalam arti kesenjangan yang terjadi adalah kecil atau masih dalam batas toleransi.


C.  Dimensi Kualitas Pelayanan
Menurut Parasuraman (1998: 77), bahwa terdapat lima dimensi kualitas pelayanan yaitu sebagai berikut:
1)      Tangibles, atau bukti fisik yaitu kemampuan suatu organisasi dalam menunjukkan eksistensinya kepada pihak eksternal. Penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik organisasi dan keadaan lingkungan sekitarnya adalah bukti nyata dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa. Yang meliputi fasilitas fisik (gedung), perlengkapan dan peralatan yang dipergunakan (tekhnologi), serta penampilan pegawainya.
2)      Reliability, atau keandalan yaitu kemampuan organisasi (perusahaan) untuk memberikan pelayanan sesuai yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Kinerja harus disesuaikan dengan pelanggan yang berarti ketepatan waktu, pelayanan yang sama untuk semua pelanggan tanpa kesalahan, sikap simpatik.
3)      Responsiveness, atau tanggapan yaitu kemampuan untuk membantu dan memberikan pelayanan yang cepat dan tepat kepada pelanggan, penyampaian informasi yang jelas. Membiarkan konsumen menunggu tanpa adanya suatu alasan yang jelas menyebabkan persepsi yang negative dalam kualitas pelayanan.
4)      Assurance, atau jaminan dan kepastian yaitu, pengetahuan, kesopansantunan, dan kemampuan pegawai untuk menumnbuhkan rasa percaya para pelanggan perusahaan (organisasi). Dimana jaminan ini terdiri dari beberapa komponen antara lain: komunikasi, keamanan kompetensi, dan sopan santun.
5)      Empaty, yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual atau bersifat pribadi yang diberikan kepada para pelanggan dengan berupaya memahami keinginan konsumen. Dimana suatu perusahaan (organisasi) diharapkan memiliki pengertian dan pengetahuan tentang pelanggan, memahami kebutuhan secara spesifik, serta memiliki waktu pengoperasian yang nyaman bagi pelanggan. Menurut Moenir (1995: 40), banyak kemungkinan tidak adanya layanan yang memadai antara lain:
a)      Tidak/kurang adanya kesadaran terhadap tugas atau kewajiban yang menjadi tanggung jawabnya. Akibatnya mereka bekerja dan melayani seenaknya.
b)      Sistem, prosedur dan metode kerja yang ada tidak memadai sehingga mekanisme kerja tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan dan tidak berjalan sebagaimana mestinya.
c)      Pengorganisasian tugas pelayanan yang belum serasi, sehingga terjadi simpang siur penanganan tugas, tumpang tindih atau tercecernya suatu tugas tudak ada yang menangani.
d)      Pendapatan pegawai tidak mencukupi kebutuhan hidupnya. Akibatnya pegawai tidak tenang dalam bekerja, berusaha mencari tambahan pendapatan dalam jam kerja.
e)      Kemmapuan pegawai yang tidak memadai untuk tugas yang dibebankan kepadanya. Akibatnya hasil pekerjaan tidak memenuhi standar yang telah ditetapkan.
f)       Menurut Rambat Lupiyoadi (2001: 150). Lima kesenjangan (gap) yang menyebabkan adanya perbedaan persepsi mengenai kualitas pelayanan sebagai berikut:
1)      Gap Persepsi Manajemen
Yaitu adanya perbedaan antara penilaian pelayanan menurut pengguna jasa dan persepsi managemen mengenai harapan pengguna jasa.
2)      Gap Spesifikasi Kualitas
Yaitu kesenjangan antara persepsi manajemen mengenai harapan pengguna jasa dan spesifikasi kualitas jasa. Kesenjangan terjadi antara lain karena tidak memadainya komitmen manajemen terhadap kualitas jasa, persepsi mengenai ketidaklayakan, tidak memadainya standarisasi tugas dan tidak adanya penyusunan tujuan.
3)      Gap Penyampaian Pelayanan
Yaitu kesenjangan antara spesifikasi kualitas dan penyampaian jasa. Kesenjangan ini terutama disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut:
a)      Ambisius peran, yaitu sejauh mana pegawai dapat melakukan tugas sesuai dengan harapan pelanggan.
b)      Konflik peran, yaitu sejauh mana pegawai meyakini bahwa mereka tidak memuaskan semua pihak.
c)      Kesesuaian pegawai dengan tugas yang harus dikerjakannya.
d)      Kesesuaian tekhnologi yang digunakan pegawai.
e)      Sistem pengendalian atasan, yaitu tidak memadainya system penilaian dari system imbalan.
f)       Perceived control yaitu sejauh mana pegawai merasakan kebebasan atau fleksibilitas untuk menentukan cara pelayanan.
g)      Team work yaitu sejauh mana pegawai dan managemen merumuskan tujuan bersama di dalam memuaskan pelanggan secara bersama-sama dan terpadu.
4)      Gap Komunikasi
Yaitu kesenjangan antara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal. Kesenjangan ini terjadi karena tidak memadainya komunikasi horizontal dan adanya kecenderungan untuk memberikan janji yang berlebihan. Dalam hal ini komunikasi eksetrnal telah mendistorsi harapan pelanggan.


5)      Gap dalam pelayanan yang dirasakan
Adalah perbedaan persepsi antara jasa yang dirasakan dan yang diharapkan oleh pelanggan (Rambat Lupiyoadi 2001: 151).

10.2          MANAJEMEN STRATEGIK PELAYANAN KEPADA ANGGOTA KOPERASI
Menurut G. Terry, Manajemen adalah suatu proses yang terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan penggunaan suatu ilmu dan seni secara bersam-sama menyeesaikan tugas untuk mencapai tujuan. Strategic adalah rencana jangka panjang dengan diikuti tindakan-tindakan yang ditunjukan untuk mencapai tujan suatu organisasi. Menurut Ketchen, Manajemen strategi koperasi adalah suatu ilmu perencanaan, pengorganisasian, penerapan dan pengawasan terhadap alokasi sumber daya untuk menerapkan suatu kebijakan dalam koperasi tersebut agar tercapainya suatu tujuan yang sudah direncanakan.
            Mengacu pada pendapat Peter Davis, ada beberapa hal penting dalam manajemen strategi koperasi diantaranya:
1)      Strategi harus berjalan pada tingkat fungsional operasional, maupun tingkat koperasi sebagai badan usaha.
2)      Tidak akan pernah ada program manajemen strategis koperasi yang efektif tanpa manajemen sumber daya manusia.
3)      Koperasi perlu melakukan merjer dan bukan bersaing di dalam pasar global, tetapi harus mampu bersaing dengan perusahaan transnational di dalam pasar nasional.
4)      Identitas dan tujuan koperasi member koperasi arah strategis dan legitimasi serta diferensiasi di dalam pasar yaitu nilai-nilai koperasi yang besar.
5)      Koperasi dapat mengembangkan suatu global brand, berdasarkan identitas, nilai-nilai dan tujuan koperasi.
6)      Koperasi harus belajar untuk bekerjasama pada tingkat global, pada wilayah pemasaran public image dan kesarana masyarakat terhadap gerakan koperasi serta mengembangkan top quality management.
Tujuan dari manajemen strategis adalah agar suatu koperasi mampu menjaga kesesuaian antara identitasnya dan tujuannya serta lingkungannya. Koperasi harus mengembangkan strategi untuk menjaga dan mengembangkan pangsa pasarnya dan mengembangkan kemampuan memasok sesuai dengan kebeutuhan anggota dan pelanggannya secara menyeluruh. Strategi pada akhirnya berarti pencapaian keuntungan kompetitif di pasar.

10.3          PELAKSANAN STRATEGI
Salah satu konsep yang dimiliki kaitan erat dan berdampak langsung terhadap keberhasilan pendekatan kualitas pelayanan adalah system computer. Dalam usaha meningkatkan pelayanan, tiap organisasi haruslah memperhatikan dan mendengarkan pendapat yang dikeluarkan oleh pelanggan mengenai jasanya (Berry dan Parasuraman, 1997: 79). Dalam mengembangkan kualitas pelayanan yang efektif melalui system informasi, ada lima petunjuk yang perlu dilakukan (Berry dan Parasuraman, 1997: 80) :
1)      Mengukur besarnya harapan pelanggan atas pelayanan. Perusahaan atau suatu organisasi harus dapat mengukur besarnya harapan yang muncul atas pelayanan yang diberikan kepada pelanggan.
2)      Menentukan di mana titik berat kualitas informasi. Perusahaan atau organisasi harus mampu menetapkan titik berat kualitas informasi yang ingin dicapai. Penitikberatan kualitas informasi pada proses keputusan pihak manajemen yang berkaitan dengan peningkatan pelayanan yang diharapkan.
3)      Mengetahui saran pelanggan. Perusahaan atau organisasi dituntut untuk dapat mendengarkan dan memahami saran pelanggan mengenai produk atau jasanya.
4)      Menghubungkan kinerja pelayanan dan output yang dihasilkan oleh perusahaan. Organisasi diharapkan mampu mengkaitkan kinerja pelayanan dengan tujuan organisasi. Dapat disimpulkan bahwa koperasi harus mampu memberi alternatif rasional bagi pelanggannya (anggota) melalui berbagai kebijakan insentif usaha maupun perbaikan dalam teknis pelayanan pelanggan.
Sehingga indikator yang digunakan pada variabel kualitas pelayanan ini adalah:
a)      Ketepatan waktu dalam memberikan pelayanan.
b)      Kesesuaian dalam hasil pelayanan yang diberikan.
c)      Pemberian fasilitas-fasilitas yang dapat menunjang

10.4          EVALUASI DAN KONTROL
Ada beberapa karakter yang membuat evaluasi strategi kita menjadi efektif. pada bagian ini kita akan membahas tiga karakter utama agar aktivitas evaluasi tidak berlangsung dengan sia-sia, yaitu:
1)      Ekonomikal. Aspek yang kita perlukan dalam evaluasi ini adalah informasi atas kinerja yang indikatornya sudah diterapkan terlebih dahulu. Ketika informasi yang didapat lengkap maka akan semakin baik.
2)      Aspek yang bermakna. Tindakan evaluasi yang akan kita lakukan harus sesuai dengan tujuan yang telah kita tetapkan. Karena itulah yang merupakan penentuan prioritas, kriteria kerja dalam penilaian, pembobotan yang akurat menjadi penting dalam evaluasi kerja.
3)      Tepat waktu. Evaluasi yang dilakukan dilakukan tepat pada waktunya, karena itu perusahaan dalam situasi persaingan bisnis sekarang harus memanfaatkan dukungan teknologi informasi. Berbagai persoalan terkait degan kemutakhiran informasi untuk pengawasan kini bisa dipecahkan dengan dukungan teknologi.
Untuk menggambarkan karakter ini kita bisa mencontohkan lewat perusahaan perkebunan, misalnya, yang memiliki kebun di remote area, di kawasan jauh dari dari perkotaan memiliki perangkat teknologi untuk memantau perkembangan pengelolaan kebun. Mereka memiliki foto dari satelit untuk informasi rinci seperti beberapa tanaman yang ada di sejumlah luas lahan tertentu. Dari informasi yang di input setiap hari, manajemen di kota-kota besar seperti Jakarta dapat mengetahui perkembangan taman-taman dalam waktu yang cepat sekali.
Contoh lain bisa juga seperti BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika), dimana BMKG memiliki perangkat teknologi untuk memantau dan meramal segala aktivitas mulai cuaca, iklim, hingga seluruh perkembangan sifat alami bumi dan gejalanya. Karena BMKG memiliki foto dari satelit untuk informasi rinci mengenai segala aktivitas di bumi Indonesia dan sekitarnya serta memiliki rekaman satelit pada masing-masing wilayah Indonesia.












Tidak ada komentar :

Posting Komentar